Kompi Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat di Pemkab Puncak Papua ke Kejagung

Sazili M
Ilustrasi dugaan korupsi pengadaan pesawat DHC-4 Turbo Caribou Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Puncak Papua ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Foto: Ilustrasi

JAKARTA, iNewsJayapura.id - Komite Masyarakat Peduli Indonesia (Kompi) membawa sejumlah bukti awal, dugaan korupsi pengadaan pesawat DHC-4 Turbo Caribou Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Puncak Papua ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dugaan korupsi itu lantaran dalam proses pengadaan pesawat tersebut tidak ditetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK), panitia pengadaan dan panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP). Ditambah lagi, Dinas Perhubungan (Dishub) Pemkab Puncak Papua tidak memiliki rencana umum pengadaan (RUP) yang telah disetujui Pememerintah kabupaten dan DPRD.

Ketua Umum Kompi, Ergat Bustomy menjelaskan, proses pengadaan pesawat ini dilakukan pada tahun 2015 dan seluruh proses pengadaannya cacat hukum. Sebab panitia pengadaan ditentukan secara lisan, seluruh dokumen pengadaan, kontrak dan addendumnya dibuat oleh konsultan hukum MA&A, bukan dibuat oleh Dishub.

"Anggaran yang digunakan untuk pengadaan pesawat ini awalnya Rp86 miliar dan ada penambahan lagi sebesar Rp30 miliar. Anggaran sebesar itu tidak melalui mekanisme pengadaan yang diatur oleh negara, melainkan asal-asalan dan kami laporkan itu agar kasus ini bisa segera selesai," paparnya.

Dalam proses pengadaan pesawat DHC-4 Turbo Caribou ini, produk yang diadakan adalah jenis pesawat produksi tahun 1959-1972 di pabrik pesawat de Havilland Aircraft of Canada di Downsview, Ontario.

Ketua Umum Kompi, Ergat Bustomy saat melapor ke Kejagung.

Bahkan dalam perjanjian kontrak addendum, pesawat sudah harus tiba dan diperiksa pada 17 Juni 2016, namun pesawat baru didatangkan penyedia yakni PT Trigana Air Service (TAS) pada 15 September 2016.

"Kalau dari awal prosesnya salah, tentu proses selanjutnya juga akan salah. Bahkan sampai proses akhir pemeriksaan BPK, pesawat yang dibeli Pemkab Puncak Papua belum dilengkapi sertifikat pengoperasian pesawat udara (OC91) dan Certificate of Airworthiness (CoA) atau disebut sertifikat kelaikan terbang," tutur Ergat.

Setelah proses pengadaan yang asal dan tidak dimilikinya sertifikat kelaikan terbang, pesawat tersebut mengudara pada 31 Oktober 2016 dan terjadi kecelakaan penerbangan.

Dalam hasil laporan investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT 16.10. 37.04) diketahui bahwa tahun pembuatan pesawat adalah 1960, tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan barang.

"Kami juga lampirkan hasil investigasi KNKT yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pesawat dan memakan 4 korban jiwa. salah satu hasil investigasi yaitu sistem audio CVR tidak berfungsi yang mengakibatkan semua audio kokpit tertutup kebisingan mesin saat terbang. Pesawat yang dibeli Pemkab Puncak Papua spesifikasinya untuk membawa penumpang. Sementara saat terjadi kecelakaan, Pesawat diketahui mengangkut barang hampir memenuhi kapasitas maksimum yg ditentukan." tutup Ergat usai melapor ke Kejagung.

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network