JAYAPURA, iNewsJayapura.id - Mahasiswa-mahasiswi asal Kabupaten Nduga yang sedang menempuh pendidikan di berbagai kota studi di Indonesia menggelar Seminar Nasional ke-II di Aula Asrama Ninmin Jl. Biak Abepura, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (14/6/2025).
Seminar yang mengangkat tema “Mahasiswa/i Nduga Bangkit dan Lawan” ini menjadi wadah diskusi dan pernyataan sikap atas berbagai persoalan kemanusiaan, pendidikan, serta keamanan yang masih terjadi di Papua, khususnya di Kabupaten Nduga.
Seminar sehari ini menghadirkan empat narasumber dengan latar belakang yang beragam, antara lain:
- Diaz Gwijangge, Pendiri DPC IPMNI yang membawakan materi bertajuk “Penguatan Diri Melalui Organisasi”.
- Yanes A. Hisage, Mahasiswa Universitas Cenderawasih, dengan materi “Latihan Dasar-dasar Kepemimpinan”.
- Oschar Gie, Aktivis lingkungan dan masyarakat adat Papua, menyampaikan topik “Menolak Segala Bentuk Investasi di Tanah Papua, Terutama di Nduga”.
- Bheny Murib, Ketua Umum Militan KNPB Pusat, membahas tema “Militerisme terhadap Warga Sipil di Nduga dan Dampaknya bagi Bangsa Papua Barat”.
Ketua Ikatan Mahasiswa Nduga DPC-IPMNI Kota Study Jayapura, Harnamin Gwijangge mengatakan bahwa seminar ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan intelektual mahasiswa Nduga untuk tampil sebagai pemimpin masa depan yang cerdas, kritis, dan mampu membaca persoalan yang terjadi di daerah, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pengelolaan sumber daya alam dan manusia.
“Seminar ini juga menjadi panggung aspirasi terhadap situasi keamanan di Papua. Para mahasiswa menyoroti berlanjutnya tindakan represif dari aparat keamanan sejak operasi militer yang dimulai tahun 2018 di Kabupaten Nduga,” ucapnya.
Harnamin Gwijangge menyebut masih terjadi intimidasi, kekerasan, hingga pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat militer terhadap warga sipil, termasuk di tempat umum hingga rumah ibadah.
Delapan Butir Pernyataan Sikap Mahasiswa Nduga:
- Menolak segala bentuk kekerasan militer di Papua, serta menuntut penarikan pasukan organik dan non-organik TNI-Polri dari seluruh distrik di Kabupaten Nduga.
- Menolak program pembagian Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dilakukan di sekolah-sekolah di Papua, dengan alasan masyarakat mampu hidup dari alam sendiri.
- Menolak tindakan intimidatif aparat TNI-Polri terhadap warga sipil asal Nduga yang tinggal di Kota Wamena maupun wilayah Papua Pegunungan.
- Melarang pemeriksaan identitas sewenang-wenang terhadap warga sipil Nduga oleh aparat keamanan.
- Menolak rencana pembangunan jalan Trans Papua dari Habema menuju Distrik Wosak hingga Ibu Kota Nduga, Kenyam.
- Menuntut Presiden RI Prabowo Subianto agar segera menarik seluruh pasukan TNI-Polri dari wilayah Papua.
- Mengecam praktik mutilasi terhadap warga sipil, merujuk pada kasus Abral Wandikbo yang ditemukan meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan.
- Menolak kunjungan pejabat pemerintah pusat ke Nduga, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Letjen TNI Purn Sjafrie Sjamsoeddin, karena dinilai tidak relevan di tengah situasi pengungsian yang masih berlangsung sejak 2018.
Menurutnya, kata Harnamin Gwijangge, kehadiran pemerintah pusat justru dianggap melukai perasaan masyarakat Nduga yang hingga kini masih menjadi korban konflik berkepanjangan.
“Semua program dari Jakarta saat ini kami nilai sebagai ancaman bagi keselamatan dan masa depan generasi Nduga,” ujarnya.
Seminar ini ditutup dengan seruan agar mahasiswa dan masyarakat Nduga terus bersatu menyuarakan keadilan, serta menolak segala bentuk ketidakmanusiaan yang terjadi di Tanah Papua.
Editor : Darul Muttaqin
Artikel Terkait