JAYAPURA, iNewsJayapura.id – Meski rasanya pedas, namun sambal sebagai pelengkap makanan sangat disukai banyak orang. Minat orang menyantap sambal yang cukup tinggi ini dimanfaatkan oleh seorang perempuan asli Papua, Onice Waromi.
Kendati memiliki jabatan penting di salah satu bank milik negara dan kesibukan yang cukup padat, namun Onice Waromi masih menyempatkan waktu memproduksi aneka rasa sambal.
Saat ditemui iNewsJayapura.id, Onice menceritakan awal mula dirinya menggeluti bisnis ini. Kala itu pandemi Covid19 yang terjadi pada 2020 lalu secara global termasuk di Indonesia, dan Papua khususnya membuat aktivitas masyarakat terhenti.
Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan dengan melakukan pembatasan aktivitas bagi masyarakat lantaran penyebaran virus tersebut dapat menyebabkan kematian.
Aktivitas masyarakat seperti bekerja di luar rumah terhenti seketika, bahkan beberapa kali pemerintah memberikan kelonggaran waktu bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya termasuk jual beli atau perdagangan, namun dengan batas waktu tertentu.
Orang tua Onice salah satu yang terkena imbas dari pembatasan tersebut. Orang tuanya yang bekerja sebagai pedagang ikan asar di salah satu pasar tradisional di Jayapura tak lagi bisa berjualan. Dampak pembatasan ini menimbulkan kerugian.
Ikan asar atau ikan asap yang semestinya habis terjual, kerap tersisa dalam jumlah banyak. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Onice Waromi. Ikan -ikan tersebut kemudian diolah menjadi sambal untuk dikonsumsi dan dibagikan kepada rekan kerjanya.
Selain kepada rekan kerja, Onice membagikan sambal buatannya itu kepada orang – orang yang melintas di depan salah satu supermarket di Jayapura sembari meminta pendapat setiap orang yang menikmati sambal tersebut.
Setelah sembilan kali melakukan uji coba, Onice memutuskan memproduksi secara massal. Dia pun memastikan bahwa produknya dapat dikonsumsi oleh semua kalangan lantaran telah dilengkapi perizinan dan telah mendapatkan sertifikat Halal kendati beberapa kali berganti kemasan.
Produk dengan merek ‘Sambal Mace Papua’ ini kini telah diproduksi dalam jumlah besar dengan enam varian rasa, yaitu ikan asar cabai hijau, kerang, cumi, gurita, ikan asar dan ayam suwir. Harganya pun terjangkau untuk semua kalangan. Bahan yang digunakan mudah didapatkan di pasar tradisional maupun modern.
Agar bahan baku berupa cabai tetap tersedia, Onice memutuskan membeli lahan. Lahan ini digunakan untuk menanam cabai yang dikerjakan oleh beberapa orang.
“Kami memakai cabai dari hasil tanam sendiri, karena harga sering mengalami kenaikan hingga ratusan ribu rupiah per kilogram, sementara harga jual produk kami murah,” ujar Onice.
Produksi dilakukan setiap akhir pekan dengan jumlah mencapai 500 kaleng dengan harga Rp35 ribu per kemasan. Onice mengaku produknya pernah merambah pasar dunia. Kala itu ia mengikuti pameran produk UMKM.
Namun ia sempat vakum tidak melakukan produksi selama lima bulan usai mengikuti pameran tersebut lantaran ingin lebih memperbaiki kualitas produknya.
Onice turut menggandeng sejumlah reseller untuk memasarkan produk melalui media sosial. Ia memastikan produknya tanpa bahan pengawet dan mampu bertahan hingga enam bulan selama kemasan tidak rusak.
Editor : Damn
Artikel Terkait