JAYAPURA, iNewsJayapura.id - Proses pleno rekapitulasi perhitungan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati tingkat KPU Tolikara terjadi deadlock akibat intervensi Forkopimda Kabupaten Tolikara.
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Pegunungan nomor urut 1, Befa Yigibalom - Natan Pahabol (Befa-Natan) kehilangan ribuan suara hasil pilkada serentak 27 November 2024.
Suara pasangan Befa-Natan diketahui hilang saat rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada tingkat KPU Kabupaten Tolikara.
Calon Bupati Tolikara, Nus Weya, menjelaskan bahwa pada saat pemilihan tanggal 27 November 2024 di Karubaga Ibukota Kabupaten Tolikara dari 46 Distrik setiap kotak suara tidak bawa keluar ke TPS baik itu suara Bupati maupun untuk pemilihan Gubernur.
"Jadi, termasuk Distrik Karubaga tanggal 27 November 2024 itu tidak lakukan pemilihan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan kelurahan," kata Nus Weya.
Dijelaskan, untuk kelurahan I itu suara Gubernur tidak dikeluarkan surat (kertas) suara dan saya sendiri pergi melakukan pencoblosan di kelurahan I termasuk Calon Gubernur Papua Pegunungan, John Tabo juga melakukan pencoblosan di kelurahan I.
Namun, kata Weya, hanya ada kertas suara untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tolikara saja sementara surat suara untuk pemillihan Gubernur tidak ada.
Setiap Distrik untuk suara calon Gubernur dan Wakil Gubernur itu terorganisir dengan baik yang dilakukan oleh para kepala kampung, kepala distrik mereka lakukan intimidasi.
"Saat rekap suara yang terjadi di KPU Kabupaten Tolikara, banyak saksi paslon Befa - Natan dan paslon lain Bupati dan Wabup Tolikara ditolak, diintimidasi, diusir. Disampaikan bahwa itu pencuri yang masuk," ujarnya.
Salah satunya, kata Nus, Distrik Warek itu perolehan suara sah untuk paslon Gubernur dan Wagub Papua Pegunungan nomor urut 2, Befa - Natan sebanyak 5.006 suara sah, tapi saat pleno rekapitulasi tingkat KPU Kabupaten Tolikara itu suara Befa - Natan hilang sekejap, saksi Befa-Natan juga dikejar sampai malam hari terjadi deadlock.
"Dsini sasaran utama dipersoalkan adalah suara Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Pegunungan. Kita lihat disini saat pleno di Karubaga itu di setiap mata jalan dan jalan ke Distrik dilakukan pemalangan," ujarnya.
"Jadi, mobill atau saksi dari calon lain dilempar kasih rusak. Pemalangan dilakukan secara masif dan struktur dibawah perintah Pj Bupati Tolikara," katanya.
Itu sudah terlihat sekali bahwa Pj Bupati, Kapolres Tolikara, Dandim Karubaga tetap melakukan kerja keras untuk mengamankan Calon Bupati dan Wakil Bupati Tolikara, Willem Wandik - Yotam Wonda.
Dijelaskan, ada beberapa alat bukti yang sudah dipegang yaitu milik mobil pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dilempar. Sama hal calon Bupati nomor urut 2 bahwa mobil dirusak keluar monitor suara di tingkat Distrik.
Sehingga setiap calon baik nomor 1, 2 dan 4 ini benar - benar terintimidasi oleh calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 4.
Maka pleno di Kabupaten Tolikara ini penuh dengan tekanan. Apabila satu distrik saja untuk memplenokan suara Befa-Natan itu sudah perang. Saat ini tekanan politik luar biasa, padahal usia Kabupaten Tolikara 20 tahun lebih.
Tapi tindakan secara terstruktur dan masif ini dilakukan oleh Pj Bupati Tolikara, Kapolres, Dandim ini dengan OPD, Kepala Distrik, Kepala Kampung mengatasnamakan rakyat.
Pemalangan jalan ini mereka lakukan dan sekarang kantor KPU sudah dikeroyok atau dikepung dan ditekan bagaimana cara untuk memenangkan pasangan calon Gubernur serta Bupati pilihan mereka
Sampai hari ini KPU tidak bisa keluar dan tadi malam mereka tidur di ruangan pleno Aula GIDI. Hal ini tidak bisa dilakukan karena perlu dilihat oleh media dan Kapolda Papua dan Gubernur Papua Pegunungan melihat hal ini peristiwa yang terjadi di Kabupaten Tolikara.
Awalnya itu, tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Tolikara minta agar pleno rekapitulasi KPU di luar Karubaga tapi hal ini tidak dilakukan KPU Tolikara, surat dari KPU RI sudah turun untuk pemindahan tempat pleno tapi tidak dilaksanakan karena masih di intervensi oleh Pj Bupati, Kapolres dan Dandim itu yang terjadi di Kabupaten Tolikara.
"Jadi, semua pengalaman buruk di masa lalu 2013 sehingga saat orang mau berbicara sangat hati-hati dan was-was," tutupnya.
Editor : Darul Mutaqim