Coken menuturkan, perjalanan menjadi penggiat konservasi teripang bermula dari diskusi-diskusi bersama salah satu Dosen Polikant, Pitjont Tomatala. “Beliau merangkul kami beberapa orang dan membentuk sebuah kelompok yang bernama ‘Salterai’, berarti garam dunia,” tutur Coken, yang adalah Ketua Kelompok Salterai.
Dari situ, Coken dan kawan-kawan memantapkan visi untuk memulihkan populasi teripang di Kepulauan Kei dengan jalan konservasi.
Salterai telah membudidayakan teripang sejak 2018. Pada Agustus 2021, bekerja sama dengan Dinas Perikanan Tual, PT. Pertamina, dan Polikant, kelompok Salterai membangun Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Di dalamnya ada fasilitas bak budidaya, rumah jaga, dan ruangan laboratorium.
Kelompok yang kini menjadi binaan Pertamina itu, tiap tahun mendapat bantuan CSR dari Pertamina dalam mendukung visinya untuk konservasi. Tercatat hingga kini, Salterai telah memproduksi sekitar 8.500 benih.
Mereka melakukan pembenihan sendiri. Mulai dari mengumpulkan induk, mengawinkan induk jantan dan betina, memelihara hingga ukuran 5 cm ke atas baru dipindahkan ke wadah pembesaran atau ke alam.
“Kami sudah tebar sebanyak 7.000 ekor benih ukuran 5 cm ke atas di tiga penkultur (wadah budidaya teripang) di Ohoitel. Dan 1.500 ekor ditebar secara alami di Teluk Un, Taar,” ungkap Coken.
Minta dukungan semua pihak selain untuk tujuan konservasi, Kelompok Salterai berharap usaha ini memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat di Kepulauan Kei.
Sebab itu, ia meminta dukungan semua pihak. Terutama bagi Pemkot Tual, Coken berharap pemerintah membuat sebuah peraturan daerah (Perda) tentang huwear atau sasi, untuk mendukung pelaksanaan konservasi teripang di alam. Ia juga berharap kepada generasi muda Kei agar turut memanfaatkan potensi sumber daya laut.
“Laut kita ini luas. Lebih besar dari daratan. Kalau bisa kita memanfaatkan laut kita ini sebagai sumber kehidupan yang sudah diberikan oleh Tuhan dan leluhur,” pungkas Coken.
Editor : Damn
Artikel Terkait