Sebagai anak adat dari Kabupaten Puncak, Wandik mendorong pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk menyiapkan regulasi khusus guna mencegah konflik serupa terus berulang. Ia meminta Pemerintah Provinsi Papua Tengah, para bupati se-wilayah provinsi, MRP, dan DPRK Papua Tengah untuk segera membentuk Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang mengatur mekanisme penanganan konflik budaya dan antarsuku.
Menurutnya, Perdasus tersebut harus memberikan ruang dan kewenangan lebih kuat kepada aparat penegak hukum dalam menerapkan hukum positif terhadap pelaku provokasi ataupun pelanggaran yang menyebabkan pecahnya konflik.
“Nantinya dalam Perdasus itu, jika ada yang berbuat salah, maka pokok perang ditangkap oleh aparat dan dikenakan hukum positif. Ini demi memberikan rasa keadilan bagi korban dan menyelamatkan generasi mendatang,” jelasnya.
Wandik juga meminta Pemerintah Kabupaten Mimika, termasuk Kapolres Mimika, untuk lebih tegas dan proaktif dalam menangani konflik di Kwamki Narama. Ia mengingatkan bahwa warga di distrik tersebut juga berasal dari Kabupaten Puncak dan memiliki hak untuk hidup aman, sejahtera, dan damai.
“Jangan seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Warga Kwamki Narama juga adalah bagian dari kita. Kabupaten Mimika ini tempat transit dan mencari mata pencaharian, jadi harus dijaga bersama,” tegasnya.
Menjelang perayaan Natal, Wandik mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan pertikaian dan menyerahkan persoalan hukum kepada aparat berwenang.
“Untuk saya punya saudara-saudara di Kwamki Narama, marilah berdamai. Jangan angkat panah terus. Serahkan pelaku ke aparat hukum. Kita sudah mendekati bulan Desember, saatnya menyambut kelahiran Raja Damai dengan hati yang damai,” serunya.
Editor : Darul Muttaqin
Artikel Terkait
