get app
inews
Aa Read Next : Max A. Ohee Selaku Wakil Ketua II MRP Papua Sampaikan Pesan Damai Pilkada Serentak 2024

Kuasa Hukum Bupati Mimika Jhon Rettob Bantah Kliennya Dinonaktifkan dari Mendagri

Jum'at, 09 Juni 2023 | 08:04 WIB
header img
Kuasa hukum Bupati Mimika Jhon Rettob membantah kliennya belum dinonaktifkan dari Mendagri. Foto: Ist

JAYAPURA, iNews.id -  Kuasa Hukum Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Mimika, Viktor Santoso Tandiasa, mengklarifikasi bahwa kliennya, Johannes Rettob, hingga saat ini belum menerima surat keputusan nonaktif dari Menteri Dalam Negeri dan masih menjabat sebagai Plt. Bupati Mimika. Johannes Rettob terus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seperti biasa. Hal ini diungkapkan pada Jumat, tanggal 9 Juni 2023.

"Setelah kami melakukan konfirmasi dengan Pemerintah Daerah Mimika, Sekretaris Daerah Petrus Yumte juga tidak pernah menerima informasi lisan atau surat mengenai pemecatan tersebut. Pemerintah Daerah Mimika menyatakan bahwa mereka tidak pernah menerimanya. Termasuk klien kami, Plt. Bupati, juga tidak pernah menerima surat tersebut. Seharusnya pemberitahuan mengenai pemberhentian sementara ini seharusnya ditujukan kepada klien kami sebagai Plt. Bupati," ungkapnya.

Sebelumnya, pada tanggal 7 Juni 2023, beredar berita di beberapa media online yang melaporkan bahwa Menteri Dalam Negeri telah mencopot Johannes Rettob dari jabatannya sebagai Plt. Bupati Mimika. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mendagri, Benny Irawan, yang mengatakan bahwa Surat Keputusan (SK) Nonaktif Plt. Bupati Mimika telah ditandatangani oleh Mendagri. Bahkan dikabarkan bahwa SK Nonaktif tersebut telah sampai ke Pemerintah Daerah Mimika yang dijabat oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Mimika, Petrus Yumte.

Namun, meskipun pernyataan yang disampaikan oleh Kapuspen Mendagri mengenai SK Nonaktif klien kami, sebagaimana dilaporkan oleh beberapa media online, benar adanya, "Menurut kami, hal tersebut terlihat aneh, karena pertanyaannya adalah mengapa pemberhentian sementara ini dilakukan baru saat ini. Mengapa tidak dilakukan saat klien kami dijadikan terdakwa oleh Kejaksaan Tinggi Papua dalam dakwaan pertama yang ditangani oleh Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jayapura. Berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap., surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDS-02/TMK/02/2023, tertanggal 01 Maret 2023, dinyatakan batal demi hukum," tegas Victor.

Perlu diketahui bahwa upaya pemberhentian sementara ini sangat tendensius dan dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dengan mengajukan Usulan Pemberhentian Sementara Johannes Rettob, sebagai Plt. Bupati Mimika, kepada Pelaksana Tugas Gubernur Papua Tengah untuk disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Namun, tindakan tersebut berada di luar kewenangan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.

Berdasarkan Pasal 124 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 yang telah mengalami beberapa kali perubahan terakhir dengan PP No. 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur.

Artinya, tidak ada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengusulkan pemberhentian sementara kepada klien kami sebagai Plt. Bupati Mimika.

Oleh karena itu, kami telah mengajukan keberatan administratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua atas tindakannya tersebut, dan surat keberatan tersebut telah kami salin kepada Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, dan Jamwas Kejaksaan Agung.

Selain itu, kami juga sedang melakukan upaya ke Mahkamah Konstitusi dan telah mendaftarkannya dengan nomor Perkara 60/PUU-XXI/2023 mengenai Pengujian Materiil Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang berbunyi: "Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD jika diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda tersebut bertentangan dengan jaminan kepastian hukum yang adil serta tidak memberikan perlindungan terhadap martabat dan hak-hak klien kami, serta tidak memberikan perlakuan yang sama di hadapan hukum seperti yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, jika tidak diartikan: "Tidak berlaku bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang tidak ditahan."

Upaya ini sangat penting bagi hak konstitusional klien kami, karena dalam menjalani proses hukumnya, klien kami tidak ditahan, baik dalam dakwaan pertama yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jayapura, yang menyatakan dakwaan tersebut batal demi hukum, maupun dalam dakwaan kedua (dakwaan baru) yang diajukan kembali oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.

Artinya, dengan tidak ditahannya Johannes Rettob dalam 2 (dua) kali dakwaan atas dugaan tindak pidana korupsi ini, berdasarkan penalaran yang wajar menunjukkan bahwa tidak ada keyakinan yang kuat dari aparat penegak hukum atau majelis hakim bahwa Pemohon telah diduga kuat melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. Terlebih lagi, dalam perkara sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura Kelas I.A, berdasarkan Putusan Nomor 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jap., menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDS-02/TMK/02/2023, tertanggal 01 Maret 2023, batal demi hukum.

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut