JAYAPURA, iNewsJayapura.id - Dugaan penggunaan dokumen palsu oleh calon Wakil Gubernur Papua berinisial YB, tampaknya terus bergulir. Bahkan, Tim Hukum Pasangan Calon Gubernur Papua Mathius Fakhiri - Aryoko Rumaropen (Mari-Yo) saat ini membawa hal itu ke sengketa pemilihan dan pidana pemilu.
"Hari ini ada dua proses yang sedang berjalan, sebenarnya ada tiga, tapi 1 belum. Pertama sengketa pemilihan, dimana dalam sengketa pemilihan ini dibangun argumen bahwa keputusan KPU merugikan pasangan calon terutama Mari-Yo, kedua ada proses di Bawaslu juga yang merupakan pidana pemilu," kata Tim Hukum Mari-Yo, Bambang Widjojanto didampingi Anton Raharusun dan Iwan Niode, Sekretaris Tim Sukses Mari-Yo, Max Krey dan Cawagub Aryoko Rumaropen dalam keterangan pers di Abepura, Kota Jayapura, Rabu (02/10/2024) malam.
Bambang mengatakan, seharusnya ketika ada konfirmasi dari Pengadilan Negeri terkait surat yang ternyata bukan atas nama YB tetapi nama orang lain, dilanjutkan oleh KPU dengan membuat keputusan yang menyatakan orang-orang yang sebagiannya bermasalaj itu tidak memenuhi hak dan syarat. Tetapi ternyata itu tidak dilakukan.
“Konfirmasi dari pengadilan itu ternyata tidak dipakai oleh KPU sepenuhnya untuk dijadikan dasar putusan. Bahkan ada salah satu anggota KPU juga mengkonfirmasi pada orang yang nomornya itu dipakai untuk digunakan YB sebagai persyaratan sebagai calon wakil gubernur. Artinya KPU tidak menggunakan itu sebagai dasar untuk mengkualifikasi dan mengkategorisir, ada calon yang tidak mengenuhi syarat tapi itu tidak dilakukan KPU,” ujarnya.
Menurut ia, jika pelanggaran administrasi, maka tindakan KPU itu diduga melanggar tata cara prosedur dalam tahapan Pemilu. Sedangkan, sengketa pemilihan, ada kerugian langsung dari peserta pemilu terhadap keputusan KPU.
"Nah, kerugian langsung kami konstruksikan bukan kerugian subyektif, kalau seseorang yang sah prosedurnya, tidak bisa berkompetisi dengan orang yang bermasalah, persyaratan-persyaratannya itu ada kerugian langsung," jelasnya.
"Kenapa ini harus dibuka, karena kami menginginkan proses pemilukada berjalan dengan jujur, adil, sesuai dengan azas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu, agar pemilu damai terjadi," sambungnya.
Bambang mengatakan, jika kasus yang diangkat tim Kuasa Hukum Mari-Yo, mengkonfirmasi soal potret kerawanan pemilu di Papua seperti disampaikan Bawaslu Papua baru-baru ini. Lebih lanjut, kasus itu sebenarnya sangat sederhana, namun punya implikasi luar biasa kalau tanggung jawab dari KPU dilaksanakan secara optimal.
Ada syarat dalam Pasal 7 Undang-Undang Pemilu untuk seorang calon kepala daerah mulai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati dan wali kota serta wakil wali kota, dimana syarat itu menyatakan seseorang menjadi calon harus mengkonfirmasi syarat-syarat itu menjadi kelengkapan dokumen. Itu diatur oleh peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024.
Dikatakan, didalam kelengkapan persyaratan, maka konfirmasi persyaratan itu harus dilakukan melalui dokumen. Dan, KPU harus mengkonfirmasi itu apakah dokumen itu benar atau tidak benar.
"Dalam konteks itu, ditemukan isu menarik. Pertama, ternyata ada calon yang menggunakan dokumen yang diduga keabsahannya itu dipersoalkan. Dokumen itu, merupakan prasyarat yang ada dalam pasal 7 UU Pemilu," tandasnya.
"Kenapa keabsahan dokumen itu dipersoalkan? ternyata nomor yang dipakai, itu tidak sesuai apa yang seharusnya. Dan ini dikonfirmasi dari penjelasan Ketua Pengadilan Negeri setelah dikonfirmasi oleh KPU," sambungnya.
Yang paling menarik, ada satu surat KPU Papua Nomor 4/PL.02.2-PU-91.2.1 2024 tentang Penerimaan Masukan dan Tanggapan Masyarakat tentang Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Surat yang dikeluarkan pada 15 Agustus 2024 itu, sudah mengatakan dua paslon calon ini, memenuhi syarat.
"Kalau di 15 Agustus 2024, dinyatakan memenuhi syarat dan kemudian berdasarkan informasi publik bahwa ada persyaratan yang keabsahan dipersoalan, harusnya KPU mengeluarkan pengumuman lagi yang mengatakan bahwa orang-orang ini memenuhi syarat. Nah, penjelasan Ketua Pengadilan Negeri itu tidak dilanjutkan KPU dengan membuat keputusan yang menyatakan orang-orang yang sebagian bermasalah, memenuhi syarat, itu tidak dilakukan," jelasnya.
Yang kedua, ujar Bambang, ternyata konfirmasi dari Pengadilan Negeri itu tidak dipakai sepenuhnya oleh KPU untuk dijadikan dasar putusan. Setelah itu, ada salah satu anggota KPU juga mengkonfirmasi pada orang yang nomornya itu dipakai, untuk digunakan sebagai persyaratan sebagai calon wakil gubernur.
"Artinya, ada dua informasi dari Pengadilan dan dari orang yang namanya dipakai itu, yang mestinya dipakai sebagai dasar untuk mengkualifikasi dan mengkategorisir ada calon yang tidak memenuhi syarat sebenarnya. Tapi itu tidak dilakukan KPU," katanya.
Dikatakan, yang paling menarik, ada perkembangan lagi terhadap dugaan penggunaan dokumen palsu ini, ternyata menurut informasi yang perlu diklarifikasi lebih lanjut, ada surat yang menjelaskan bahwa keluar dari Pengadilan satu surat lainnya pada saat yang sama dengan penjelasan Ketua Pengadilan Negeri kepada KPU yang menjelaskan bahwa surat keterangan itu dikeluarkan oleh Pengadilan pada 19 September 2024.
Surat pertama yang menjelaskan klarifikasi atas pertanyaan KPU soal surat keterangan yang ternyata keabsahannya dipersoalkan karena menggunakan nomor orang lain, yang kedua katanya ada informasi telah diterbitkan surat keterangan yang lain.
"Nah, kalau kemudian menjawab pertanyaan kedua ini, ada tiga hal penting yang harus dilakukan. Bagian pertama, kalau benar surat keterangan itu dikeluarkan oleh Pengadilan, maka yang pertama adalah apakah surat keterangan itu kalau tiba-tiba dimasukkan ke dalam SILON, itu sah? Karena ternyata ada periode kapan perbaikan harus dilakukan," ujarnya.
Apalagi, peraturan KPU yang mengatur mengenai penjelasan-penjelasan soal SILON ini, disebutkan bahwa perbaikan harus dilakukan dalam periode tertentu.
"Jika itu dilakukan di luar ketentuan tahapan, maka itu tidak sah. Persoalan kedua, siapa yang memasukkan itu? Karena aturannya mengaturan, kalau memasukan ke SILON, harus melalui pasangan calon atau admin pasangan calon yang mempunyai otoritas untuk memasukan itu. Dan didalam sistem itu, maka tidak bisa kemudian admin memasukan itu. Jadi, pertanyaan keduanya siapa yang memasukkan itu. Nah, kalau kemudian admin tidak memasukkan, maka diduga keras orang entah itu admin atau entah admin diperintah anggota KPU yang memasukan itu," paparnya.
"Artinya, pentahapan itu melanggar tahapan-tahapan yang tanggalnya sudah jelas dan yang kedua siapa yang memasukkan dokumen perbaikan itu," sambungnya.
Kalau keseluruhan persoalan itu dibungkus dan dikonsolidasikan, lanjut Bambang, ada 3 isu penting apakah pantas seseorang yang melakukan penggunaan surat yang keabsahannya dipersoalkan itu menjadi calon. Sebab, dia telah melakukan perbuatan tercela. Jadi, dengan tindakannya itu, seharusnya orang ini sudah dapat diskualifikasi melakukan perbuatan tercela.
Kedua, KPU seharusnya melaksanakan fungsinya secara optimal membaca peraturan perundangan secara tepat dan melihat keabsahan secara baik, dengan mengikuti prosedur sesuai tahapan dan jadwal.
"Nah, pada titik inilah kami menduga ada tahapan yang disebut sebagai sengketa pemilihan. Didalam sengketa pemilihan, ada kualifikasi lain yang bisa dikategorikan dimasukkan disini, apa itu? yang disebut dengan pelanggaran administratif. Selain itu, ada unsur pidananya, yang disebut dengan pidana pemilu," tandasnya.
Untuk itu, Bambang menganggap kasus ini tidak bisa dianggap enteng. Sebab, hal ini mengkonfirmasi kerawanan pemilu di Papua. Selain itu, diawal proses ini, ternyata ada masalah besar yang menyangkut kredibilitas KPU untuk menentukan apakah seorang calon itu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
"Ternyata ini bukan sekadar sengketa pemilihan, tapi juga ada dimensi pelanggaran administratif dan kemungkinan juga pidana pemilu. Dan, ketiganya itu sekarang terintegrasi sedang diadvokasi oleh tim hukum," jelasnya.
Selain Sekretaris Tim Sukses Mari-Yo Max Krey telah diperiksa terkait pidana pemilu, diakui Bambang, beberapa hari lalu, pihaknya sudah memasukkan revisi atau perbaikan mengenai sengketa pemilihan.
"Kenapa sengketa pemilihan perlu direvisi? Syarat formilnya terpenuhi, syarat materiilnya katanya kurang. Dalam pandangan kami yang disebut syarat material yang disebut kerugian langsung itu, bukan hanya bersifat subyektif tapi bersifat obyektif, hukum dan sosial. Misalnya apa? Seseorang yang dalam persyaratannya itu menggunakan dokumen-dokumen yang benar, maka dia seharusnya tidak bisa dipertandingkan dengan calon lain yang penggunaan dokumennya itu tidak sah sebagiannya, tidak fair begitu," bebernya.
Kenapa tidak fair? ujar Bambang, karena itu diduga melanggar azas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu, yakni melanggar kejujuran dimana orang bermasalah keabsahan dokumennya diloloskan, dua melanggar prinsip keadilan, profesional, kepastian dan akuntabilitas.
"Jadi, azas pemilu dan penyelenggaraan itu dilanggar. Kalau itu dilakukan, itu ada kerugian langsung yang dilakukan siapapun yang menjadi kontestan yang ikut," ujarnya.
Ia berharap Bawaslu diberikan kekuatan dan obyektifitas untuk menegakkan aturan dan melakukan koreksi terhadap berbagai kesalahan yang diduga keras dilakukan dengan sengaja oleh KPU Papua.
Dikatakan, jika ini tidak ditegakkan aturan-aturannya, maka akan terjadi gelombang pelanggaran lainnya, yang kita tidak bisa hitung masifitasnya dan potensial bisa menimbulkan ketegangan. Soal penguplodan dokumen perbaikan ke SILON yang dianggap KPU masih ada ruang, Bambang mengatakan jika ada aturan lain harus disebut jelas.
"Apakah lain itu mengeyampingkan aturan yang sebelumnya. Yang kami tahu ada aturan yang disebut dalam UU itu, yakni Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 yang mengatur secara jelas tahapan dan jadwal. Bahkan disebutkan di dalam lampiran itu detail sekali," katanya.
Dalam lampiran itu, disebutkan jika ingin ada revisi, maka revisi bisa dilakukan 6 - 8 September 2024. Jadi, tidak bisa menyatakan bisa sampai 21 September 2024. Sebab, pada 21 September 2024 itu adalah klarifikasi atas masukan dan tanggapan masyarakat terhadap keabsahan persyaratan paslon.
"Klarifikasi, bukan revisi atau perbaikan. Kalau ada orang KPU yang tidak tahu soal ini, menurut saya dia tidak pantas menjadi anggota KPU, apalagi Ketua KPU," tandasnya.
Di dalam Peraturan KPU juga disebutkan lampiran ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini, pasal 5 ayat 2 program dan jadwal kegiatan tahapan pencalonan gubernur dan wakil gubernur, tercantum dalam lampiran 1 yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024.
Bahkan, siapa yang mempunyai kewenangan memasukkan itu dalam SILON, itu disebutkan. Yakni pasangan calon melalui admin.
"Nah, kalau kemudian diupload pada prosesnya sudah selesai, pertanyaan kita siapa yang mengupload itu siapa? karena sistemnya sudah terkunci. Nah, diduga keras orang yang punya akses, selain pasangan calon melalui adminnya. Siapa yang punya akses, ya perlu diklarifikasi dan dikonfirmasi lagi, karena jelas aturannya pasal 93 ayat 3 PKPU Nomor 8 Tahun 2024," pungkasnya.
Temukan Dokumen Asli Dua Surat Keterangan Milik Samuel Yenggu
Sementara itu, Ketua Tim Hukum Paslon Mari-Yo, Anton Raharusun menambahkan, jika surat klarifikasi KPU kepada Pengadilan Negeri sehingga keluar pada 13 September 2024.
"Nah, dalam surat itu memang diminta untuk terkait penerbitan surat keterangan terkait dengan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya dan surat keterangan tidak pernah dipidana," ujarnya.
Terkait itu, kata Anton, kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan satu surat yangd ditujukan ke KPU mengenai klarifikasi yang diajukan KPU, kemudian pihaknya mengecek kebenarannya.
Dalam surat itu, lanjutnya, menegaskan pertama bahwa Ketua Pengadilan Negeri tidak pernah mengeluarkan surat keterangan kepada YB untuk 2 surat keterangan itu. Justru di dalam surat keterangan pengadilan nomor 539 dan 540 itu, tercantum nama orang lain dan bukan nama daripada YB.
"Nah, dalam kaitan itu, kita menemukan surat yang sangat penting. Kita dapatkan surat asli daripada nama yang tertera didalam surat yang tercantum nama Samuel Frisko Jenggu. Itu kita temukan baru kemarin. Dia menjelaskan bahwa surat ini diperuntukan bahwa Samuel Jenggu ini mendapatkan surat keterangan sedang tidak dicabut hak pilihnya nomor 439 dan 540 yang sama dengan nomor surat yang dikeluarkan Pengadilan Negeri atas nama YB yang diduga paslu ini.
Surat ini sebenarnya digunakan Samuel Frisko Jenggu ini, untuk keperluan melengkapi persyaratan pencalonan anggota DPR Papua dari kursi pengangkatan.
"Dua surat ini sebenarnya diduga kuat dipalsukan oleh suadara YB. Ini terkonfirmasi jelas dan surat ini dan saudara YB kemarin sudah dimintai keterangan Polda Papua," jelasnya.
Lebih lanjut, karena surat tertanggal 20 Agustus 2024 yang diduga palsu itu, maka seorang komisioner KPU menanyakan tentang kebenaran surat yang disampaikan kepada Samuel Jenggu.
"Pak Samuel Jenggu membenarkan dua surat itu miliknya. Artinya, kebenaran surat ini sudah terkonfirmasi. Dengan demikian, dokumen yang digunakan oleh saudara YB itu, jelas-jelas dokumen yang diduga palsu. Itu terkonfirmasi, sehingga dokumen yang pertama itu, pada Sabtu, kami ke KPU untuk mengantar pelapor yang awalnya mengajukan ke KPU dalam tanggapan masyarakat paslon," tandasnya.
Anton mengatakan, pada saat itu, terkonfirmasi dengan jelas bahwa pada saat tanggal 21 September 2024 itu, ada seorang berinisial S itu mengantar dokumen pengadilan, yang diduga dikeluarkan pada 19 September 2024 bersamaan dengan surat klarifikasi yang dikeluarkan pengadilan, sehingga perlu mengecek kebenaran dari kedua surat ini.
Ia pun mempertanyakan surat yang digunakan KPU untuk mengupload ke SILON, apakah surat tertanggal 20 Agustus atau surat yang 19 September, sehingga ini harus jelas.
Diakui, pihaknyas udah melaporkan ke Polda Papua dan Lurah Mandala itu sudah diperiksa terkait dengan dokumen surat keterangan domisili.
"Nah, menurut keterangan dari Ketua RT setempat, dia tidak pernah mengeluarkan keterangan atau pengantar kepada YB untuk mengurus dokumen itu di Kelurahan. Artinya bahwa dari proses administrasi itu, diduga terdapat maladministrasi, sehingga Polda Papua sudah memanggil Lurah Mandala dan Ketua RT setempat," ungkapnya.
Yang jelas Anton menambahkan, jika semua ini sedang berproses di Polda Papua, selain di Bawaslu. Ia meminta agar semua harus ditelusuri kebenarannya, karena ini menyangkut proses demokrasi yang fair.
"Dan yang paling penting bagi kami adalah KPU harus bersikap netral. Jangan sampai mereka masuk ke ranah yang bukan menjadi ranah mereka. Dan ini sedang berproses semua," pungkasnya.
Sementara itu, Tim Hukum Mari-Yo Iwan Niode berpendapat bahwa KPU sudah mengetahui adanya dugaan penggunaan palsu itu.
"Ketika saksi mengkonfirmasi, pak Abdul Hadi itu menghubungi dia dan menanyakan kebenaran nomor surat yang digunakan didalam surat keterangan yang diduga palsu itu, kami berpendapat ternyata KPU sudah mengetahui sebetulnya," katanya.
Menurutnya, KPU Papua sudah mengetahui ada surat klarifikasi dari Pengadilan yang menyatakan bahwa dua surat yang digunakan itu nomornya atas nama Samuel Frisko Jenggu.
"Mereka tahu, persoalannya itu tidak dibuka. Kemudian KPU bertindak tidak jujur mengkonfirmasi kepada terlapor yakni YB. Berdasarkan dari pengakuan Samuel Jenggu menyatakan bahwa dua nomor surat itu suratnya dia, saya yakin KPU akan menyatakan itu tidak memenuhi syarat. KPU mengetahui ada soal itu, tetapi terkesan didiamkan," pungkasnya.
Editor : Darul Mutaqim
Artikel Terkait