JAYAPURA, iNewsJayapura.id – Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw bersama tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar forum diskusi pendampingan pengembangan pariwisata di Kampung Mosso, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, pada Rabu (02/7/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk menyerap aspirasi masyarakat adat dalam rangka mengoptimalkan potensi pariwisata di wilayah perbatasan Indonesia–Papua Nugini.
Forum yang berlangsung di Kantor Kampung Mosso itu dibuka oleh Kepala Kampung, Billiam Wepa Foa, dan menghadirkan pemaparan dari Dosen ITB, Ninik Suhartini dan Isnu Pratama. Dalam forum tersebut, masyarakat adat diberikan ruang untuk menyampaikan ide, harapan, serta kendala yang dihadapi dalam pengembangan sektor pariwisata lokal.
Berbagai potensi wisata alam di Kampung Mosso seperti kolam air panas, kolam hijau alami, air terjun, kolam pemancingan, dan desa adat disebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Mosso, Abner Rehwi, menyoroti masih rendahnya pemahaman masyarakat dalam pengelolaan wisata. Sementara itu, Ketua RW 1, Oscar, menyampaikan bahwa berbagai usulan sudah disampaikan ke pemerintah, namun realisasi di lapangan masih sangat terbatas.
Sesi lanjutan forum melibatkan dialog lintas lembaga antara ITB, PLBN Skouw, CIQS (Customs, Immigration, Quarantine, and Security), serta aparatur kampung. Kasubid Pengembangan Kawasan PLBN Skouw, Muammar Asrawi, mengungkapkan bahwa Distrik Muara Tami memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata unggulan. Salah satu rencana yang sedang digagas adalah pembukaan kawasan "tebing karang" sebagai destinasi baru. Ia menekankan pentingnya regulasi dari pemerintah dalam mendukung pengembangan ini dan mengatasi minimnya informasi kepada wisatawan luar.
Perwakilan Imigrasi, Yosafat, menambahkan pentingnya promosi wisata lintas negara agar masyarakat luar negeri juga dapat mengakses destinasi-destinasi unggulan di Skouw. Ia juga menyoroti kebutuhan terhadap mekanisme perizinan pariwisata yang melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat guna mencegah konflik di kemudian hari.
Dukungan juga datang dari perwakilan Bea Cukai, Syors Kespo, yang menyebutkan pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam pembangunan ekonomi melalui pariwisata. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa tantangan infrastruktur masih menjadi hambatan utama.
Saran juga datang dari Herman, perwakilan RRI Jayapura, yang mendorong fokus pengembangan diarahkan pada kawasan yang sudah memiliki daya tarik wisata, seperti pasar lokal dan fasilitas publik lainnya.
Di tempat terpisah, Kepala PLBN Skouw, Ni Luh Puspa Jayaningsih, menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan forum. Ia menilai kolaborasi antara ITB, pemerintah daerah, dan masyarakat adat merupakan langkah strategis dalam mendorong pembangunan pariwisata berkelanjutan di kawasan perbatasan. Menurutnya, sinergi antarsektor sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan, mulai dari infrastruktur, informasi pariwisata, hingga kesiapan masyarakat.
"Diskusi ini menjadi momentum penting untuk mengawal pengembangan wisata perbatasan yang inklusif dan berdaya saing. Kami siap berkolaborasi lebih lanjut," ujarnya.
Forum ini diharapkan menjadi pijakan awal dalam menyusun strategi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan perbatasan RI–PNG. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, akademisi, dan masyarakat adat dinilai menjadi kunci keberhasilan.
Turut hadir dalam forum tersebut antara lain:
Heru Purboyo Hidayat Putro, DEA (Guru Besar ITB), Bob Hendro Fonataba (Kepala Distrik Muara Tami), Warsonah (Plt. Kabid Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Jayapura), Muhammad Chalid dan Juhensar Toefer (perwakilan Ekraf Dinas Pariwisata Kota Jayapura), Thomas Wepa Foa (Ketua Adat Kampung Mosso), serta Paulina Rehwi (Ketua Tokoh Perempuan Kampung Mosso).
Editor : Darul Muttaqin
Artikel Terkait