Peluh dan Pelukan di Bumi Cenderawasih Bukti Cinta Negeri dalam Aksi Nyata

Jembatan Sederhana Untuk Bahagia
Namun tak semua jalan menuju harapan selalu mudah. Parit-parit yang membelah kampung menjadi tantangan tersendiri. Air laut yang pasang bisa datang tiba-tiba, memenuhi celah tanah dan menggenangi akses jalan.
Di sinilah kami menyadari bahwa membangun rumah saja belum cukup kami harus membangun akses yang menghubungkan mimpi dengan kenyataan. Maka, kami putuskan untuk membangun jembatan kayu, bukan hanya sebagai penghubung fisik, tetapi juga simbol keterhubungan antarhati.
Jembatan untuk akses menuju rumah yang sedang dalam pengerjaan
Kayu-kayu kami susun dengan penuh perhitungan. Tiap papan yang diletakkan di atas balok penyangga terasa seperti menyusun harapan satu per satu. Di bawahnya, air rawa yang pekat mengalir pelan, menyaksikan kerja senyap kami. Warga pun ikut turun tangan, memikul kayu di pundak, menancapkan pasak, dan membentangkan papan. Kebersamaan ini bukan kami ciptakan, tapi kami temukan hidup dan tumbuh di tengah masyarakat yang sederhana, namun kuat.
Kini jembatan-jembatan kayu itu telah terhampar, berdiri sederhana namun kokoh. Anak-anak kembali berlari kecil melintasinya, menuju rumah-rumah panggung yang mulai berdiri. Jembatan ini tak bertingkat, tak berseni tinggi, namun ia mampu menjawab satu hal penting rasa aman. Aman untuk berjalan, aman untuk tumbuh, dan aman untuk bermimpi. Dan kami, para prajurit, merasa bangga bisa menjadi bagian dari penghubung itu bukan hanya bagi rumah, tetapi bagi masa depan.
Proses pemasangan tandon air di sasaran sumur bor
Ketika Air Tak Lagi Asin
Mimika adalah tanah basah yang dikelilingi air, namun bukan berarti segalanya mengalir jernih. Ironi itu begitu nyata kami saksikan di Kampung Pigapu. Meski rawa-rawa dan aliran air laut mengitari kehidupan warga, air bersih justru menjadi barang langka.
Tanah gambut yang pekat menjadikan air tanah keruh, berwarna cokelat tua, berbau asam, dan tidak layak konsumsi. Banyak warga harus berjalan jauh hanya untuk mengambil air yang masih bisa dipakai, sementara sebagian lainnya terpaksa menerima apa adanya, karena tak ada pilihan.
MCK yang sudah selesai dan siap di gunakan
Editor : Darul Muttaqin