MALUKU TENGGARA, iNewsJayapura.id - Forum Masyarakat Maluku Tenggara (Formama Tenggara) mendesak DPRD Kabupaten Maluku Tenggara dan Dewan Adat Ursiuw Lorlim Kepulauan Kei untuk mengambil sikap soal kasus Bupati Malra M. Thaher Hanubun.
Bagi Formama, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh M. Thaher Hanubun adalah sebuah kejahatan, dan telah menjadi aib bagi seluruh masyarakat Maluku Tenggara, terutama masyarakat adat Kei di mana pun.
Setelah mengkaji berita-berita yang juga memuat pernyataan-pernyataan dari pejabat-pejabat terkait, Formama Tenggara meyakini bahwa dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh M. Thaher Hanubun adalah suatu berita yang benar.
Sebab, menurut Formama, terduga pelaku M. Thaher Hanubun tidak pernah mengklarifikasi secara resmi kepada publik tentang ketidakbersalahannya.
Ia juga tidak ada upaya melakukan proses hukum balik untuk membela diri. Selain itu ada informasi tentang upaya perdamaian, sehingga Formama menilai, upaya itu turut membenarkan adanya kasus pelecehan seksual.
“Kalau MTH (M. Thaher Hanubun) tidak bersalah, maka seharusnya melakukan klarifikasi,” tegas Koordinator
Formama Tenggara Hieronimus Ulukyanan dalam konferensi pers di Langgur, Kamis (21/9/2023).
Formama Tenggara pun mengecam dengan keras tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Bupati Malra. Forum itu menyesal karena nama M. Thaher Hanubun mencuat sebagai terduga pelaku kasus tersebut.
Bagi mereka, tindakan terduga pelaku sangat merendahkan dan menistakan harkat dan martabat perempuan.
“Justru M. Thaher Hanubun mencemari acara Nen Dt Sakmas sebagai simbol penghormatan dan penghargaan tertinggi terhadap perempuan Kei, dengan menghadiri bahkan membuka acara Nen Dit Sakmas (pada 4-7 September 2023),” tandas Ulukyanan.
Formama menyesal karena dengan adanya dugaan kasus kekerasan seksual telah meruntuhkan eksistensi M. Thaher Hanubun sebagai vuvu yab-yab (pelindung) dan tuur madoman (pemberi petunjuk dan teladan).
Formama menganggap bahwa M. Thaher Hanubun tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dalam tatanan adat Kei, melainkan merusak tugasnya sebagai vuvu yab-yab dan tuur madoman.
“Beliau tidak layak sebagai pelindung, pemberi petunjuk dan pedoman bagi masyarakat Kei. Karena itu, kami harus bersikap agar beliau mendapat sanksi sesuai tuturan adat Kei yang dipedomani,” tandas Ulukyanan.
Selain mendesak DPRD Malra dan Dewan Adat Rat Ursiuw Lorlim Kepulauan Kei, Formama Tenggara juga mendesak aparat kepolisian, khususnya penyidik Polda Maluku dan semua aparat penegak hukum terkait yang menangani kasus ini, harus berani dan konsiten dalam menjalankan proses hukum yang sedang berlangsung.
Formama juga menuntut M. Thaher Hanubun agar segera menghentikan segala bentuk upaya penghindaran hukum. Sebaliknya, menghormati dan mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung di Polda Maluku.
Forum itu pun meminta seluruh elemen masyarakat Maluku Tenggara baik tokoh-tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, agar segera bangkit, bergandengan tangan menyuarakan seruan moralnya.
Mayoritas anggota Formama adalah laki-laki Pembentukan Formama Tenggara dimaksudkan untuk menyikapi kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh terduga pelaku M. Thaher Hanubun. Mayoritas anggota Formama Tenggara diisi oleh laki-laki.
Berkaitan dengan itu, Ulukyanan menegaskan, dalam fasafah adat Kei, laki-laki Kei siap mati demi saudara perempuan. Sebagai laki-laki Kei, Formama Tenggara merasa bertanggungjawab untuk membela harkat dan martabat perempuan Kei.
“Aksi ini merupakan bagian dari tugas Formama dalam membela perempuan,” jelas Ulukyanan.
Ia menambahkan, apabila dalam waktu dekat, proses hukum berhenti, pihaknya akan mengambil sikap yang lebih tegas untuk menunjukkan sikap dan eksistensi orang Kei sebagai masyarakat adat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai perempuan, dan juga untuk menegakkan fungsi dan jabatan pemimpin sebagai pelindung dan pemberi petunjuk atau teladan.
Riwayat Taher Hanubun, Pria kelahiran Danar, Maluku Tenggara, pada 3 Agustus 1958 ini menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara sejak 31 Oktober 2018.
Sebelum memimpin Maluku Tenggara, Thaher berprofesi sebagai seorang guru SMA di Jakarta. Ia lalu kembali ke Maluku untuk berkarier sebagai seorang politisi di kampung halamannya.
Thaher memulai kariernya di dunia politik sebagai anggota DPRD Maluku Tenggara. Ia kemudian ingin menjajal keberuntungannya di pemilihan DPRD Provinsi Maluku pada 2013.
Kala itu, ia bergabung dengan Partai Amanat Nasional sebagai wahana politiknya.
Tak cukup di legislatif, Thaher melirik kursi bupati dan wakil bupati, namun ia selalu kalah dalam pemungutan suara.
Hal itu tak membuatnya patah semangat dan kembali menjajal Pilkada 2018 bersama calon wakilnya, Petrus Beruatwarin hingga keluar sebagai pemenang dan dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Maluku Utara.
Thaher-Petrus berhasil mengungguli suara dari lawannya yakni Anggelius Renjaan dan Hamzah Rahayaan, serta pasangan Esebius Utha Safsafubun dan Abdurrahman Matdoan.
Keberhasilan Thaher-Petrus adalah berkat dukungan empat partai yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Editor : Damn
Artikel Terkait