JAYAPURA, iNewsJayapura.id - Penyidik Kejaksaan Negeri Jayapura saat ini telah menaikkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penyalahgunaan dana pekerjaan pembangunan dermaga rakyat di Kampung Teba, Kabupaten Mamberamo Raya pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mamberamo Raya (Mambra) tahun anggaran 2021 ke penyidikan.
Kajari Jayapura, Alexander Sinuraya mengatakan, bahwa pada tahun 2021 pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mamberamo Raya mengadakan kegiatan pekerjaan pembangunan dermaga rakyat Kampung Teba tahap satu dengan nilai Rp3.122.427.000 atau Rp3,1 miliar.
“Jadi dana DAK T.A 2021, tidak dilaksanakan sesuai mekanisme, pengadaan dalam Keppres yaitu pelelangan melalui LPSE, namun oleh Kadis Perhubungan Kabupaten Mamberamo Raya dilaksanakan dengan metode penunjukan langsung,” katanya di Jayapura.
Dijelaskan, pihak yang ditunjuk untuk melakukan pekerjaan tersebut adalah CV. Sidokerti dengan kontrak No :04/Kontrak/DRMG.TEBA/DISHUB-MR/V/2021 tanggal 03 Mei 2021 Rp3.122.427.000. Dana DAK T.A 2021, pekerjaan 150 hari kalender 3 Mei 2021 sampai 20 September 2021, pengadaan 85 batang tiang.
“Pekerjaan telah dilakukan pembayaran 75 persen sebesar Rp1.957.193.912. Setelah dipotong pajak sebesar Rp228.504.988. Sehingga dokumen yang digunakan untuk pengajuan anggaran tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” beber Alexander.
Alexander menegaskan, apa yang dilakukan kontraktor bersangkutan adalah perbuatan melawan hukum, dimana sumber pembiayaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak sesuai dengan kontrak yaitu tidak melakukan pengadaan 85 buah tiang pancang baja dengan ukuran panjang 10m dan diameter 30cm.
“Kemudian pekerjaan tersebut KPA/PPK tidak melaksanakan proses lelang di LPSE Kabupaten Mamberamo Raya, namun dilaksanakan Proses penunjukan lngsung untuk paket pekerjaan dengan nilai pekerjaan Rp.3.122.427.000,” ungkapnya.
Lanjutnya, perbuatan PPK yang menyetujui permintaan pembayaran dari kontraktor pelaksana sebesar Rp1.957.193.912. Setelah dipotong pajak, padahal pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana yang tertuang dalam kontrak (fiktif).
“Yang dinilai bertentangan dengan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 18 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 89 Perpres No. 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah. Kemudian Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan presiden Nomor 12 Tahun 2021 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.957.193.912,” papar Alexander.
Adapun pasal yang disangkakan, yakni Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi JO Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
“Terkait kasus tersebut, 8 orang yang sudah kami mintai keterangan. Dan dokumen yang diperoleh, yakni DPA, Kontrak dan SP2D,” kata Alexander.
Editor : Hikmatul Uyun