get app
inews
Aa Text
Read Next : Dari Tangis Menjadi Tawa, Bantuan Rumah Satgas TMMD Mengubah Kehidupan

Menyalakan Asa di Tanah yang Terlupa di Ujung Timur Nusantara

Kamis, 05 Juni 2025 | 13:08 WIB
header img
Dansatgas TMMD 124 Kodim 1710/Mimika, Letkol Inf M. Slamet Wijaya bersama anak-anak Kampung Pigapu. (Foto: Nathan Making)

Lima rumah panggung tipe 36 perlahan berdiri, satu per satu, seperti bunga yang tumbuh dari tanah merah. Potongan kayu yang awalnya tergeletak tak berarti kini saling mengikat erat oleh paku dan semangat. Tak ada arsitek megah, tak ada alat berat yang menderu. Tapi rumah-rumah itu terbangun dengan cinta dari tangan-tangan prajurit yang selama ini dikenal dengan disiplin dan senjata, kini justru menyalurkan keahlian sebagai tukang yang teliti dan sabar.

Serat-serat kayu dibiarkan tampak alami, dilapisi plitur yang memberi kilau hangat di bawah sinar matahari. Rumah-rumah itu tak mewah, tapi berwibawa. Tak megah, tapi bermakna. Karena di balik dinding-dinding kayu itu, tersimpan janji bahwa tak ada satu pun warga negara yang dibiarkan tertinggal, bahkan di ujung timur yang paling sunyi.

Satgas TMMD Kodim 1710/Mimika dan warga bahu-membahu, tanpa batas pangkat atau status. Tertawa bersama saat kayu sedikit miring, saling mengejek ringan jika palu terpukul jari. Tapi tak ada keluhan, hanya semangat yang terus mengalir, seperti mata air dari dalam tanah. Anak-anak berlarian di sekitar, mata mereka berbinar menyaksikan rumah impian mereka lahir dari gotong royong dan kasih sayang.

Hari-hari berlalu, dan rumah-rumah itu pun rampung. Namun lebih dari bangunan fisik, yang terbentuk di Pigapu adalah rasa: rasa memiliki, rasa dihargai, dan rasa disatukan.

Jembatan Menuju Harapan

Rumah-rumah baru itu kini berdiri gagah, seolah menyapa langit dan menantang waktu. Namun di antara mereka dan langkah kaki penghuninya, terbentang parit yang sunyi tapi tak bisa diabaikan. Saat pasang laut datang, air memenuhi cekungan itu, menjadikannya batas yang diam-diam memisahkan kehidupan dan kenyamanan.


Pembangunan Jembatan

Papan-papan mulai direntangkan, satu per satu, dengan kehati-hatian yang penuh perhitungan. Penopang kayu dipancangkan dalam-dalam ke tanah yang lembab, bukan sekadar menopang beban badan, tapi juga beban harapan. Di bawah terik matahari, para prajurit TMMD memulai pembangunan jembatan. Tak ada mesin berat, hanya keringat yang menetes, otot yang menegang, dan semangat yang tak tergoyahkan.

Jembatan itu bukan sekadar lintasan kayu yang menghubungkan dua sisi. Ia adalah wujud nyata dari perhatian yang selama ini hanya terdengar dalam janji.  Bukan asal jadi, melainkan dibangun dengan ketelitian seorang penjaga negeri agar ia tak hanya bertahan dari musim, tapi juga menjadi bagian dari kehidupan panjang masyarakat Kampung Pigapu.

Langkah-langkah kecil anak-anak akan melintasi jembatan itu. Tawa akan mengalir di atasnya. Dan di bawahnya, air pasang tak lagi menjadi penghalang melainkan saksi dari tekad manusia yang tak pernah surut.

Doa yang Direnovasi

Di tengah kampung yang perlahan berubah, berdiri sebuah bangunan sederhana namun sakral Gereja Katolik Stasi Santo Paulus Pigapu. Bukan bangunan megah dengan pilar marmer atau kaca patri, tapi tempat suci yang tak pernah absen dari bisikan doa dan nyanyian umat. Di sinilah harapan dilangitkan, di antara dinding-dinding kusam yang telah menua bersama waktu.


Renovasi Gereja Katolik Stasi Santo Paulus Pigapu

Namun, gereja itu tak luput dari luka. Lantainya lembab, atapnya bocor, dan bangkunya mulai rapuh. Meski begitu, setiap minggu, warga tetap datang. Mereka duduk dengan bangku seadanya, bersyukur di tengah keterbatasan, meyakini bahwa iman tak diukur dari kemewahan tempat beribadah, melainkan dari hati yang datang dengan tulus.

Dan ketika Satgas TMMD Kodim 1710/Mimika menyentuh gereja itu, mereka melakukannya dengan hati-hati dengan hormat, seolah tengah memperbaiki bagian dari jiwa kampung ini. Mereka tidak hanya membawa paku dan papan, tapi juga membawa pengertian bahwa ibadah sama pentingnya dengan rumah tinggal, bahwa rohani yang kuat adalah pondasi ketahanan yang sejati.

Lantai yang dulu lembab kini sudah kokoh dan rata, memberi kenyamanan bagi lutut yang bersimpuh dalam doa. Atap yang dulu meneteskan air hujan kini telah teguh, melindungi umat dari cuaca tanpa perlu lagi memindah kursi saat ibadah. Dinding-dinding dibersihkan, kayu-kayu diperkuat, dan altar dirapikan bukan sekadar renovasi, tapi pemulihan martabat.

Kini, setiap lonceng yang berdentang dari gereja itu membawa gema baru: bahwa di Pigapu, iman dan pembangunan berjalan beriringan. Bahwa negara hadir, bukan hanya untuk membangun jembatan dan rumah, tapi juga tempat di mana hati bertemu dengan Tuhan.

Editor : Darul Muttaqin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut