Surat pertama yang menjelaskan klarifikasi atas pertanyaan KPU soal surat keterangan yang ternyata keabsahannya dipersoalkan karena menggunakan nomor orang lain, yang kedua katanya ada informasi telah diterbitkan surat keterangan yang lain.
"Nah, kalau kemudian menjawab pertanyaan kedua ini, ada tiga hal penting yang harus dilakukan. Bagian pertama, kalau benar surat keterangan itu dikeluarkan oleh Pengadilan, maka yang pertama adalah apakah surat keterangan itu kalau tiba-tiba dimasukkan ke dalam SILON, itu sah? Karena ternyata ada periode kapan perbaikan harus dilakukan," ujarnya.
Apalagi, peraturan KPU yang mengatur mengenai penjelasan-penjelasan soal SILON ini, disebutkan bahwa perbaikan harus dilakukan dalam periode tertentu.
"Jika itu dilakukan di luar ketentuan tahapan, maka itu tidak sah. Persoalan kedua, siapa yang memasukkan itu? Karena aturannya mengaturan, kalau memasukan ke SILON, harus melalui pasangan calon atau admin pasangan calon yang mempunyai otoritas untuk memasukan itu. Dan didalam sistem itu, maka tidak bisa kemudian admin memasukan itu. Jadi, pertanyaan keduanya siapa yang memasukkan itu. Nah, kalau kemudian admin tidak memasukkan, maka diduga keras orang entah itu admin atau entah admin diperintah anggota KPU yang memasukan itu," paparnya.
"Artinya, pentahapan itu melanggar tahapan-tahapan yang tanggalnya sudah jelas dan yang kedua siapa yang memasukkan dokumen perbaikan itu," sambungnya.
Kalau keseluruhan persoalan itu dibungkus dan dikonsolidasikan, lanjut Bambang, ada 3 isu penting apakah pantas seseorang yang melakukan penggunaan surat yang keabsahannya dipersoalkan itu menjadi calon. Sebab, dia telah melakukan perbuatan tercela. Jadi, dengan tindakannya itu, seharusnya orang ini sudah dapat diskualifikasi melakukan perbuatan tercela.
Kedua, KPU seharusnya melaksanakan fungsinya secara optimal membaca peraturan perundangan secara tepat dan melihat keabsahan secara baik, dengan mengikuti prosedur sesuai tahapan dan jadwal.
"Nah, pada titik inilah kami menduga ada tahapan yang disebut sebagai sengketa pemilihan. Didalam sengketa pemilihan, ada kualifikasi lain yang bisa dikategorikan dimasukkan disini, apa itu? yang disebut dengan pelanggaran administratif. Selain itu, ada unsur pidananya, yang disebut dengan pidana pemilu," tandasnya.
Untuk itu, Bambang menganggap kasus ini tidak bisa dianggap enteng. Sebab, hal ini mengkonfirmasi kerawanan pemilu di Papua. Selain itu, diawal proses ini, ternyata ada masalah besar yang menyangkut kredibilitas KPU untuk menentukan apakah seorang calon itu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
"Ternyata ini bukan sekadar sengketa pemilihan, tapi juga ada dimensi pelanggaran administratif dan kemungkinan juga pidana pemilu. Dan, ketiganya itu sekarang terintegrasi sedang diadvokasi oleh tim hukum," jelasnya.
Selain Sekretaris Tim Sukses Mari-Yo Max Krey telah diperiksa terkait pidana pemilu, diakui Bambang, beberapa hari lalu, pihaknya sudah memasukkan revisi atau perbaikan mengenai sengketa pemilihan.
"Kenapa sengketa pemilihan perlu direvisi? Syarat formilnya terpenuhi, syarat materiilnya katanya kurang. Dalam pandangan kami yang disebut syarat material yang disebut kerugian langsung itu, bukan hanya bersifat subyektif tapi bersifat obyektif, hukum dan sosial. Misalnya apa? Seseorang yang dalam persyaratannya itu menggunakan dokumen-dokumen yang benar, maka dia seharusnya tidak bisa dipertandingkan dengan calon lain yang penggunaan dokumennya itu tidak sah sebagiannya, tidak fair begitu," bebernya.
Editor : Darul Muttaqin
Artikel Terkait