Formama menyesal karena dengan adanya dugaan kasus kekerasan seksual telah meruntuhkan eksistensi M. Thaher Hanubun sebagai vuvu yab-yab (pelindung) dan tuur madoman (pemberi petunjuk dan teladan).
Formama menganggap bahwa M. Thaher Hanubun tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dalam tatanan adat Kei, melainkan merusak tugasnya sebagai vuvu yab-yab dan tuur madoman.
“Beliau tidak layak sebagai pelindung, pemberi petunjuk dan pedoman bagi masyarakat Kei. Karena itu, kami harus bersikap agar beliau mendapat sanksi sesuai tuturan adat Kei yang dipedomani,” tandas Ulukyanan.
Selain mendesak DPRD Malra dan Dewan Adat Rat Ursiuw Lorlim Kepulauan Kei, Formama Tenggara juga mendesak aparat kepolisian, khususnya penyidik Polda Maluku dan semua aparat penegak hukum terkait yang menangani kasus ini, harus berani dan konsiten dalam menjalankan proses hukum yang sedang berlangsung.
Formama juga menuntut M. Thaher Hanubun agar segera menghentikan segala bentuk upaya penghindaran hukum. Sebaliknya, menghormati dan mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung di Polda Maluku.
Forum itu pun meminta seluruh elemen masyarakat Maluku Tenggara baik tokoh-tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, agar segera bangkit, bergandengan tangan menyuarakan seruan moralnya.
Mayoritas anggota Formama adalah laki-laki Pembentukan Formama Tenggara dimaksudkan untuk menyikapi kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh terduga pelaku M. Thaher Hanubun. Mayoritas anggota Formama Tenggara diisi oleh laki-laki.
Editor : Damn
Artikel Terkait