Berkaitan dengan itu, Ulukyanan menegaskan, dalam fasafah adat Kei, laki-laki Kei siap mati demi saudara perempuan. Sebagai laki-laki Kei, Formama Tenggara merasa bertanggungjawab untuk membela harkat dan martabat perempuan Kei.
“Aksi ini merupakan bagian dari tugas Formama dalam membela perempuan,” jelas Ulukyanan.
Ia menambahkan, apabila dalam waktu dekat, proses hukum berhenti, pihaknya akan mengambil sikap yang lebih tegas untuk menunjukkan sikap dan eksistensi orang Kei sebagai masyarakat adat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai perempuan, dan juga untuk menegakkan fungsi dan jabatan pemimpin sebagai pelindung dan pemberi petunjuk atau teladan.
Riwayat Taher Hanubun, Pria kelahiran Danar, Maluku Tenggara, pada 3 Agustus 1958 ini menjabat sebagai Bupati Maluku Tenggara sejak 31 Oktober 2018.
Sebelum memimpin Maluku Tenggara, Thaher berprofesi sebagai seorang guru SMA di Jakarta. Ia lalu kembali ke Maluku untuk berkarier sebagai seorang politisi di kampung halamannya.
Thaher memulai kariernya di dunia politik sebagai anggota DPRD Maluku Tenggara. Ia kemudian ingin menjajal keberuntungannya di pemilihan DPRD Provinsi Maluku pada 2013.
Kala itu, ia bergabung dengan Partai Amanat Nasional sebagai wahana politiknya.
Tak cukup di legislatif, Thaher melirik kursi bupati dan wakil bupati, namun ia selalu kalah dalam pemungutan suara.
Hal itu tak membuatnya patah semangat dan kembali menjajal Pilkada 2018 bersama calon wakilnya, Petrus Beruatwarin hingga keluar sebagai pemenang dan dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Maluku Utara.
Thaher-Petrus berhasil mengungguli suara dari lawannya yakni Anggelius Renjaan dan Hamzah Rahayaan, serta pasangan Esebius Utha Safsafubun dan Abdurrahman Matdoan.
Keberhasilan Thaher-Petrus adalah berkat dukungan empat partai yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Editor : Damn
Artikel Terkait