JAYAPURA, iNewsJayapura.id - Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan serta pengelolaan pesawat dan helikopter di lingkungan Pemkab Mimika kembali digelar dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan (eksepsi) terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herawati.
Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura, Selasa (20/6/2023) siang.
Sidang dimulai pukul 10.40 WIT dipimpin Hakim Ketua Thobias Benggian didampingi Hakim Anggota Linn Carol Hamadi dan Andi Asmuruf.
Sementara JPU yang hadir dalam sidang adalah Saptono, SH, Hendro Wasisto, SH. MH, Ricky Raymond Biere dan Yeyen Ewino.
Dalam sidang, JPU meminta hakim untuk menolak seluruh eksepsi tim kuasa hukum. JPU juga memohon hakim untuk mengabulkan dakwaan JPU.
"Menerima pendapat penuntut umum untuk seluruhnya. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah cermat, jelas dan lengkap sesuai ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP. Menolak eksepsi atau keberatan penasehat hukum terdakwa Johannes Rettob untuk seluruhnya dan melanjutkan persidangan untuk memeriksa materi pokok perkara, " kata JPU Ricky Raymond Biere dalam eksepsi tersebut.
Sidang kemudian ditunda pada Selasa 27 Juni 2023 dengan agenda putusan sela. "Sidang ditunda sampai 27 Juni 2023 dengan agenda putusan sela, " Kata ketua Majelis Hakim Thobias Benggian.
Sementara, tim Kuasa Hukum Johannes Rettob dan Silvi Herawaty, Iwan Niode dalam kesempatan terpisah menanggapi pendapat JPU atas eksepsi terdakwa pada sidang tersebut.
"Itu nanti biarlah majelis Hakim yang mengambil sikap, dan memutuskan apakah eksepsi ini dikabulkan atau tidak. Namun intinya permohonan putusan sela itu dikabulkan hakim,"ucap Iwan.
Menurutnya, hal penting yang harus diketahui bahwa, materi persidangan tersebut adalah perkara baru, termasuk hal ini diyakini majelis hakim dengan adanya putusan sela 27 Juni mendatang.
"Ini bukan lanjutan dari perkara yang pertama, dimana hakim susah mengabulkan eksepsi dan menolak sebagian dakwaan JPU. Ini tidak tunduk pada putusan MK beberapa waktu lalu yang mengatakan akan diputus pada putusan akhir. Ini poin pentingnya,"katanya.
Hal lain yang akan menjadi poin perlawanan pihaknya adalah Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) atas kasus tersebut adalah kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
"Sprindiknya KKN, bukan kasus Korupsi, sehingga menurut kami dakwaan ini kabur dan tidak punya cantolan atau dasar hukum, karena Sprindiknya itu hanya untuk kasus KKN," tegasnya.
Editor : Sari